Misteri Radiogram Depdagri
Radiogram bernomor 0274/1496/OTDA, tanggal 13 Desember 2002, itu isinya sederhana: meminta kepala daerah menyediakan sarana pemadam kebakaran. Namun efeknya bisa jadi luar biasa. Buktinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meneliti kaitan radiogram itu dengan kasus korupsi pengadaan pemadam kebakaran di beberapa daerah. "Kami sedang meneliti apa kaitan radiogram itu dengan proses pengadaan pemadam kebakaran di beberapa wilayah," kata juru bicara KPK, Johan Budi, kepada Gatra, Selasa lalu.
Dalam kasus ini, KPK telah menyidik beberapa kepala daerah. Antara lain Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Bali Made Dewa Beratha, Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto, dan Wali Kota Makassar Amiruddin Maula. Tokoh terakhir inilah yang dalam pemeriksaan di KPK menyebut kebijakan pengadaan pemadam kebakaran itu berasal dari radiogram Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Ditunjuknya PT Istana Saraya Raya milik Hengki Samuel Daud secara langsung sebagai penyedia tunggal menjadi masalah yang menjerat beberapa pejabat daerah.
Namun asal-usul terbitnya radiogram itu juga masih belum jelas. Secara faktual, radiogram itu dibuat dan ditandatangani Oentarto Sindung Mawardi, yang ketika itu menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah. Oentarto sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak Oktober lalu. Masalahnya, Oentarto tak mau dipersalahkan begitu saja. Ia pun menyeret-nyeret nama Hari Sabarno, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. "Itu semua perintah Pak Menteri," kata Oentarto.
Karena itu, KPK juga memeriksa Hari Sabarno, Jumat pekan lalu. Namun Johan Budi tidak mau mengungkapkan isi pemeriksaan itu. "Saya tidak boleh ngomong soal materi pemeriksaan," katanya. Ia menyatakan, KPK akan mengusut semua pihak yang terlibat, termasuk Hari Sabarno dan Hengki Samuel Daud. "Akan kami ungkapkan semua itu. Yang penting, alat buktinya cukup," tutur Johan.
Benarkah Hari Sabarno terlibat? Tuduhan itu dibantah kuasa hukum Hari, Lukarni Muluk. "Klien saya sudah menjelaskan bahwa tidak ada hubungan khusus dengan Hengki," kata Lukarni. Ia juga membantah penjelasan Oentarto bahwa radiogram itu dikeluarkan atas ancaman Hengki yang direstui Hari Sabarno. Bahkan, menurut Lukarni, Hari Sabarno baru tahu isi radiogram itu setelah menjalani pemeriksaan di KPK. "Sebelumnya, dia tidak tidak tahu apa-apa soal radiogram itu," tuturnya.
Menurut Lukarni, Hari Sabarno menjelaskan, penerbitan radiogram itu seharusnya lebih dulu dikoordinasikan dengan bagian lain yang terlibat, seperti Pemerintahan Umum, Otonomi Daerah, dan Kesatuan Bangsa. "Seharusnya ditembuskan kepada sejumlah pejabat yang terkait di Depdagri, Irjen Depdagri juga. Namun itu tidak ada tembusan," katanya.
Kini tinggal Hengki seorang yang belum didengar keterangannya. Sejak kasus ini mencuat, ia kabur tak tentu rimbanya. KPK hingga kini masih memburu Hengki. "Kami sudah bekerja sama dengan Interpol dan kepolisian untuk mencari dia," ujar Johan Budi.
M. Agung Riyadi, Anthony Djafar, dan Mukhlison S. Widodo
[Hukum, Gatra, Nomor 2 Beredar Kamis, 13 November 2008]
sumber www.gatra.com

0 comments:
Post a Comment