SEDIKITNYA 24 pekerja di Pusat Pelatihan Sutera Alam Padepokan Dayang Sumbi Kp. Pamoyanan RT 02/RW 01 Desa Mekarmanik, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung tengah melakukan budi daya ulat sutra. Selain bisa mendongkrak kehidupan ekonomi warga, lokasi budi daya ulat sutra itu juga bisa dijadikan sebagai objek wisata ilmu.
Tim Presentasi Pusat Pelatihan Sutra Alam Padepokan Dayang Sumbi, Ai Aisyah mengatakan, sejak tiga tahun lalu lokasi padepokannya kerap dikunjungi para pelajar, mulai dari tingkat siswa taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dikatakannya, budi daya ulat sutra yang sudah dikembangkan sejak 14 tahun lalu itu dikembangkan Wibowo. Namun, pengolahannya dipercayakan kepada Ny. Euis dkk.
Menurutnya, para pelajar tersebut bermaksud mempelajari proses budi daya ulat sutra, dari mulai proses telur hingga sudah dalam bentuk kain. Apalagi di lokasi tersebut merupakan satu-satunya pengembangan keilmuan budi daya ulat sutra yang didukung dengan fasilitas dan peralatan penunjangnya. Yaitu mulai dari mempelajari dalam bentuk telur hingga menjadi kain sutra. Di lokasi tersebut disediakan slide protector untuk mempelajari pertumbuhan ulat sutra. Selain itu, disediakan pula lahan seluas 2 hektare berikut tanaman pohon murbei dan proses pembuatan benang hingga menjadi kain sutra.
Pemiliknya juga melengkapi sejumlah peralatan alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk membuat kain hingga diproses menjadi benang. ATBM untuk belajar membuat kain dengan benang sebanyak 3.000 helai, hingga digunakan untuk membuat kain yang dipekerjakan profesional.
Selain dijadikan pusat pendidikan, di lokasi tersebut juga sedang dikembangkan ke arah perekonomian. Hal itu bisa dilihat di sebuah ruangan yang disediakan sejumlah kain dengan harga jual ratusan ribu rupiah. Bahkan, nilai jual kain sutra itu bisa dipasarkan antara Rp 90.000-Rp 100.000/meter, bergantung pada kualitas dan coraknya.
Menurut Ai Aisyah, sebelum mengeluarkan serat, ulat sutra tersebut melewati proses pertumbuhan yang terbagi ke dalam lima instar. Ketika melewati instar I-III, ulat tersebut membutuhkan waktu makan selama tiga hari dan tidur dua hari. Menginjak instar IV, selama empat hari melewati masa makan dan dua hari tidur. Setelah itu memasuki instar V atau memasuki ulat dewasa. Setelah melewati proses perawatan delapan hari di saat ulat dewasa, ulat sutra mulai mengeluarkan serat dan membentuk sebuah kepompong (kokon) dengan bagian ulatnya ada di dalam kepompong tersebut.
Proses pembuatan kepompong sampai bulat selama dua hari satu malam, dari delapan hari masa instar V yang mencapai usia 29 hari. Tapi, ulat yang ada dalam kepompong dipisahkan dalam sebuah tempat yang dinamakan seri print tersebut masih hidup di dalamnya. Dari kepompong tersebut akan keluar kupu-kupu, sedangkan kokonnya dipanen dan langsung direbus untuk mengeluarkan serat. Karena pada bagian kokon tersebut ada sebuah zat perekat.
Setelah direbus selama 5-10 menit, pada bagian kokon terdapat sebuah ujung serat yang bisa ditarik untuk dibentuk menjadi benang. Setiap satu kokon/rumah ulat tersebut bisa menghasilkan benang sedikitnya sepanjang 1.600 meter. Tetapi untuk menghasilkan benang pada setiap kokon, bergantung pada ras ulatnya itu sendiri. Karena ulat terbagi dua ras, yakni ras Jepang dan Cina.
Ras Jepang dengan ciri-ciri ada dua bintik hitam di pundak bagian tubuhnya, sedangkan ras Cina polos atau putih. "Ras Cina lebih bagus, kecil, dan padat dan bisa menghasilkan benang mencapai lebih dari 2.000 meter. Sedangkan yang 1.600 meter itu adalah ras Jepang," katanya.
Kerja sama
Sementara itu, ulat yang keluar dari kepompong melewati proses perkawinan massal selama delapan jam untuk menghasilkan sebuah telur. Diusahakan dalam perkawinan itu tidak boleh kurang atau lebih dari delapan jam. Karena ada pengurangan dari proses perkawinan, kualitas telur jelek dan tidak menetas menjadi kupu-kupu.
Setiap seekor ulat bisa menghasilkan antara 500 butir telur dengan ukuran rata-rata 2-3 mm. Setelah bertelur, tiga hari kemudian kupu-kupu tersebut mati. Namun, selama ini untuk mendapatkan telur ulat sutra, pusat pelatihan ini masih bekerja sama dengan pemerintah. "Telur ulat sutranya masih didatangkan dari Jawa Tengah dan Sulawesi. Setiap boknya itu berisi rata-rata 25.000 butir," jelasnya.
Kerja sama dilakukan karena dalam proses membentuk sebuah telur ulat sutra tersebut rawan timbulnya penyakit febrian yang dapat menimbulkan kematian pada komunitas ulat. (engkos kosasih/"GM")** Sumber (www.klik-galamedia.com)
Selanjutnya.....
Selanjutnya...