
Godaan terkuat kompromi politik dalam penyusunan kabinet rentan dihadapi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono. Lebih dari 20 partai politik (parpol) bergerombol mendukungnya. Tapi, bila terpilih lagi, SBY akan lebih kokoh mengatasi tarikan parpol dibandingkan dengan periode silam. Karena, ini periode terakhir SBY.
Isyarat bisa lebih independen terhadap desakan parpol terlihat saat SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Ahli psikologi politik Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk, yakin bahwa kali ini SBY lebih mengutamakan unsur profesional. "Beda dengan periode pertama. Saat itu, SBY harus pintar-pintar berkoalisi dengan partai," Hamdi menerangkan.
Melihat watak SBY yang kompromistis, Hamdi memprediksi, partai tetap berpeluang mendapat porsi memadai. Minimal, saran partai didengarkan. Alurnya, SBY akan menyelesaikan tawar-menawar dengan partai pendukung terlebih dahulu.
Kalau sudah rampung, kata Hamdi, baru berpikir jatah partai sendiri: Demokrat. "PKS bisa jadi mendapat jatah paling banyak. Karena dianggap paling setia dan paling kuat," katanya. Dari kabar yang beredar, Hamdi mendengar, PKS minta jatah tujuh menteri, PKB dan PAN sama-sama minta tiga. "PAN mungkin tidak banyak mendapat jatah karena dukungannya pecah."
Hamdi memperkirakan, bintang-bintang sekitar SBY, seperti Andi Mallarangeng, Dino Patti Djalal, dan Sri Mulyani, akan dapat posisi. "Sri Mulyani, dugaan saya, akan menjadi Gubernur BI, bukan menteri lagi," katanya.
Untuk pengganti Mulyani di Menteri Keuangan (Menkeu), kata Hamdi, SBY punya banyak stok. "Anggito Abimanyu bisa menggantikan. Dia birokrat, tapi cenderung ke SBY," katanya. Bisa pula paket lain, Anggito Menko Perekonomian, Menkeu diangkat orang seperti M. Ikhsan atau Chatib Basri dari UI. Mereka orang dekat Boediono. "Geng Boediono-lah yang akan terpilih," kata Hamdi pada Putri Mira Gayatri dari Gatra.
Untuk bidang ekonomi, analis ekonomi Aviliaini menilai, dengan jargon "Lanjutkan!", SBY tidak akan melakukan perubahan berarti. "SBY jelas, sekarang pure UI. Kalo melihat lingkaran SBY, orang-orang seperti Chatib Basri dan Raden Pardede punya peluang," katanya.
Aviliani melihat, semua capres/cawapres saat ini belum memperkenalkan tim ekonomi mereka pada publik. Moderator debat capres bidang ekonomi ini berharap, para capres sesegera mungkin memunculkan sosok-sosok yang menunjang "jualan" mereka. "Tidak perlu satu nama, kenalkan beberapa orang yang menjadi cikal bakal menteri," katanya.
Namun, untuk Menko Prekonomian dan Menkeu, Aviliani yakin, semua capres tidak menyerahkan kepada partai. "Terlalu riskan," katanya kepada Sandika Prihatnala dari Gatra. "Bagi SBY, karena dia sudah memilih cawapres dari profesional, bidang keuangan juga harus diserahkan pada orang profesional."
Di bidang politik, peneliti utama Pusat Penelitian Politik LIPI, R. Siti Zuhro, menyebut empat pos paling penting dalam kabinet yang jadi ukuran komitmen pemerintah dalam reformasi birokrasi dan good governance. Yakni, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan), Menteri Luar Negeri (Menlu), dan Menteri Keuangan (Menkeu).
"Reformasi birokrasi akan optimal apabila Depdagri lepas dari unsur militer," kata Zuhro. Pendekatan militer bergaya garis komando linear, sementara reformasi birokrasi menuntut otonomi dan desentralisasi. "Saya mimpi, Depdagri tidak dipegang oleh tentara," kata Zuhro kepada Sukmono Fajar Turido dari Gatra.
Sosok SBY, kata Zuhro, diragukan bakal memilih tokoh non-tentara untuk Mendagri. Kampanye SBY lebih didominasi isu penegakan hukum, good governance, dan pemberantasan korupsi. SBY sedikit menyinggung otonomi, desentralisasi, dan reformasi birokrasi.
"Tradisi militer berbasis satu komando, sentralisitik, SBY pasti menjauhi tema reformasi birokrasi," ujar Zuhro. Mirip Soeharto, kata Zuhro, SBY menekankan pertumbuhan ekonomi dengan otoritas dan komando yang sentral pada dirinya. "SBY tentu tidak ingin ada yang lebih menonjol dari dirinya," Zuhro menerangkan.
Secara umum, Zuhro menaksir, dari gaya kepemimpinan SBY, kementerian kunci akan diisi kalangan inner circle. Mendagri mungkin Sudi Silalahi, Menlu bisa Hassan Wirajuda, Menko Polhukam buat Djoko Suyanto (mantan Panglima TNI), dan Menkum HAM untuk Denny Indrayana.
Melihat tekanan SBY pada pemberantasan korupsi, posisi Jaksa Agung, dugaan Zuhro, bisa diserahkan pada Erry Riana Hardjapamengkas, mantan Wakil Ketua KPK, agar bisa bekerja sama dengan KPK. SBY bisa saja mendorong mantan Kapolri Sutanto sebagai Ketua KPK. Sutanto juga punya kans menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara.
Sementara itu, bidang Kesra, kata Zuhro, akan lebih menjadi ruang partai koalisi. Tokoh PKS mungkin menempati Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) atau Menteri Agama (Menag). Muhaimin Iskandar (PKB) bisa menempati Meneg Koperasi.
Lukman Hakim Saifuddin (PPP), Mensos. Hatta Rajasa (PAN), tetap Mensesneg. Sedangkan bidang perekonomian, seperti Menkeu, Kepala Bappenas, Mendag, Menperind, dan Menko Perekonomian, Zuhro memperkirakan, akan dipenuhi unsur profesional.
Untuk Menlu, Hamdi Muluk menyebut dua nominasi kuat: Hassan Wirajuda dan Marty Natalegawa. Hassan kinerjanya dinilai bagus. Sedangkan Marty sosok yang tidak memiliki afiliasi politik khusus. "Marty birokrat tulen, berkarier sampai puncak. Dia punyai peluang untuk ketiga pasangan," ujar Hamdi.
Buat Menko Polhukkam, kata Hamdi, SBY punya banyak stok. Widodo A.S. diprediksi dipertahankan. Kalau mau lebih muda, Hamdi berpikir, Dinno Patti Djalal berpeluang. Di pos Mendagri, dugaan Hamdi, Mardiyanto dipertahankan. Tapi SBY bisa memilih kalangan muda seperti Andi Mallarangeng.
Di bidang kesra, kata Hamdi, SBY mungkin mempertahankan Aburizal Bakrie. Menteri Pendidikan bisa diberikan kepada Fashli Djalal, Dirjen Dikti sekarang. Fasli cukup dekat dengan SBY dan JK sekaligus. Bila PKS bersikeras mengincar kursi ini, nama yang mungkin disodorkan: Iwan Prayitno.
Saat Pemilu 2004, SBY bilang, Mendiknas jatah Muhammadiyah dan Menag jatah NU. Mungkin PKS ingin mengubah pakem. Entah mengambil Mendiknas atau Menag. "PKS merasa punya banyak tokoh yang menguasai agama," katanya. Tapi, jika SBY tidak ingin terkesan ditekan PKS, kata Hamdi, Rektor UI Gumilar Rusliwa Soemantri bisa terpilih.
Sikap resmi tim SBY-Boediono menolak bicara paket menteri saat ini. "Saya belum mau masuk ke wilayah sana (kabinet) karena pemilu belum selesai. Wong diberi amanah memimpin lagi aja belum tentu kok," ujar Marzuki Alie, Sekretaris Tim Pemenagan SBY-Boediono.
Marzuki menandaskan, dalam sistem presidensial, presiden punya kewenangan penuh menentukan sosok yang dipercaya membantu presiden. "Mereka bekerja dalam koridor pendelegasian. Bukan dalam bentuk kewenangan," Marzuki menjelaskan.
Soal parameter dan nama, Marzuki membantah bahwa SBY-Boediono telah membidik calon. "Belum ada sama sekali," katanya. Ia tak khawatir akan mengganggu koalisi. "Kami sudah mengikat kontrak yang jelas, dan tidak menyebut jabatan di pasal kontrak itu," kata Marzuki.
Sementara itu, sosialog Imam B. Prasojo kesulitan memprediksi wajah kabinet SBY di bidang Kesra. Yang pasti, kata Imam, SBY akan dihadapkan pada dilema antara memilih orang profesional atau mengakomodasi parpol. "Kalau SBY terjebak dalam representasi partai, pilihannnya jadi sedikit untuk mendapatkan orang ahli di bidangnya," kata Imam.
Ia menyebut contoh Menko Kesra yang dijabat Aburizal Bakrie. "Dia penting secara representasi politik, tapi tidak bisa menciptakan kerja sinergi antar-departemen," katanya. Sosok seperti Aburizal, kata Imam, justru kontraproduktif. "Dia bukan orang yang menggeluti atau berkarier di bidang Kesra, karena itulah Aburizal Bakri kurang hang on dalam berbagai masalah," katanya.
Posisi itu diperlukan sosok yang bisa berfungsi mediasi atau menjadi fasilitator sinergi antar-departemen dan swasta. Bila terpilih, SBY, kata Imam, harus berani mengabaikan desakan partai koalisi, sebagaimana saat menentapkan cawapres. Syukur-syukur, bila mendapatkan orang partai sekaligus profesional. sumber www.gatra.com
Selanjutnya.....
Selanjutnya...