Menengok Museum Sri Baduga
SUDAH tiga kali Milangkala Museum Sri Baduga Jabar diramaikan dengan berbagai kegiatan yang mengundang perhatian masyarakat. Hari ini (Minggu, 7/6), merupakan tahun ke-29 berdirinya Museum Sri Baduga. Banyak prestasi dan suka duka yang diperoleh museum yang menjadi kebanggaan masyarakat Jabar ini.
Museum Sri Baduga dibangun pemerintah pada masa Orde Baru untuk dijadikan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah milik bangsa Indonesia, khususnya yang berada di daerah, bukan sebagai tempat wisata. Musuem yang berada di bawah naungan Balai Pengelolaan Museum Sri Baduga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar ini berusaha untuk menarik perhatian dari masyarakat Bandung dan Jabar. Boleh jadi gebrakan yang dilakukan pengelola museum untuk mereposisi museum membuahkan hasil. Kini, museum ini bukan hanya dianggap sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, benda-benda tua dan usang, serta tempat penyimpanan sejumlah naskah-naskah kuno, telah menjadi sebuah menjadi sebuah objek wisata budaya dan pendidikan. Museum ini sudah menjadi tujuan kalangan pelajar mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas/kejuruan (SMA/K), bahkan kalangan mahasiswa. Kedatangan mereka bukan hanya menjalankan tugas sekolah atau kampus, melainkan menjadikan museum sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan dan tempat mencari informasi keberadaan Jabar pada zaman dulu. Reposisi museum ini dibuktikan dengan dibangunnya sejumlah fasilitas umum yang memadai untuk para pengunjung seperti kantin dan art shop. Ini dimaksudkan untuk mendukung museum sebagai objek wisata budaya dan pendidikan.
Perhatian pemprov Jabar terhadap Museum Sri Baduga terbilang cukup tinggi. Sayangnya belum dibarengi dengan keinginan untuk mengembangkan museum sebagai sebuah kompleks museum yang modern tanpa melepaskan nilai tradisional. Walaupun demikian, tingkat kunjungan wisatawan ke Museum Sri Baduga ini setiap tahunnya terus meningkat.
Berdasarkan catatan, sepanjang tahun 2007, jumlah pengunjung museum mencapai 200.000 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun 2006 yakni hanya mencapai 160.000 orang. Artinya ditahun 2006 dan 2007 target kunjungan wisatawan ke Museum Sri Baduga terpenuhi. Sedangkan tahun 2008 ini mencapai di atas 200.000 orang. Tidak heran jika Kepala Balai Pengelolaan Taman Budaya Sri Baduga, Drs. Prama Putra merasa optimis, tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan ke museum bisa melebihi target, yakni 250.000 orang.
Target ini cukup realistis, terlebih Museum Sri Baduga telah dilengkapi dengan replika situs Goa Pawon plus replika fosil manusia Pawon. Koleksi lain pun ditata dengan apik yang dilengkapit dengan musala, toilet, dan kantin. Prama berharap koleksi baru serta penataan sarana prasaran ini bisa meningkatkan kunjungan wisatawan. Harus diakui, di Museum Sri Baduga ini banyak terdapat kerusakan, terutama ruangan yang dijadikan tempat ruang pamer koleksi museum, sehingga perlu segera direhab. Ruang pamer, gudang tempat penyimpanan koleksi museum yang belum dipamerkan pun selalu bocor jika turun hujan, sehingga sejumlah koleksi mengalami kerusakan permanen.
Memperingati usia ke-29 tahun, sejumlah kegiatan digelar di Museum Sri Baduga ini sebagai upaya reposisi museum. Mulai dari acara yang menghibur masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya sampai pergelaran kesenian tradisional Jabar. Pihak pengelola pun menggelar pameran pesona kain Nusantara yang bertujuan mengenalkan ragam kain tradisional milik bangsa Indonesia. Pameran digelar dari 7 sampai 13 Juni 2009 mulai pukul 08.00 - 16.00 WIB bertempat di ruang pamer khusus lantai dua Kantor Museum Sri Baduga Jabar.
**
KEHADIRAN museum di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Diawali masa pemerintahan Kolonial Belanda telah berdiri pusat-pusat pengkajian tinggalan budaya etnis, antara lain Bataviasch Genootschap van Kunsten En Wetenschapen (1778), kini menjadi Museum Nasional di Jakarta. Java Institute (1935) kini menjadi Museum Sono Budoyo di Yogyakarta. Tidak dipungkiri pula para ilmuwan Belanda yang bernaung di pusat-pusat pengkajian tersebut sering mengunjungi beberapa tempat di Nusantara. Dan sekembalinya, mereka membawa benda-benda bersejarah kemudian disimpan di tempat pusat pengkajian.
Namun pada masa pendudukan Jepang (1942), pusat pengkajian ini digoyang, karena Jepang lebih mengarahkan pada masalah pangan. Bahkan pada masa revolusi fisik pun, pusat pengkajian ini tidak terorganisasikan lagi. Hampir 10 tahun dunia permuseuman di Indonesia mengalami kevakuman. Baru pada tahun 1957 digalakkan lagi, dengan dibentuknya Jawatan Kebudayaan yang didalamnya mengurusi museum, kemudian berubah menjadi Lembaga Museum-museum Nasional (1964). Dengan terbentuknya Kabinet Ampera (1966), lembaga itu berubah menjadi Direktorat Museum.
Pada masa Orde Baru, pembangunan museum-museum umum di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Di setiap provinsi didirikan museum negeri dan nama dari museum ini diambil dari nama pahlawan setempat. Pembangunan museum negeri di Indonesia diprakarsai Direktorat Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Museum Sri Baduga dirintis dan dibangun pada tahun 1974 dengan mengambi model bangunan tradisional Jabar, berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah panggung dipadukan dengan gaya arsitektur gaya modern. Museum ini dibangun di bekas areal Kantor Kewedanaan Tegallega seluas 8.415,5 m2. Bangunan bekas kewedanaan tetap dipertahankan sebagai bangunan cagar budaya dan difungsikan sebagai kantor museum.
Gedung museum ini terletak di Jln. BKR No. 185 (sebelumnya Jln. Oto Iskandardinata No. 638). Di hadapannya atau sebelah utara Monumen Bandung Lautan Api dan Lapangan Tegallega Bandung. Pembangunan tahap pertama selesai tahun 1980 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoep (5 Juni 1980). Sepuluh tahun kemudian mendapat penambahan nama "Sri Baduga" yang diambil dari nama raja Kerajaan Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi. Bangunan disesuaikan kebutuhan museum, yang terbagi atas dua bangunan utama dan penunjang. Bangunan utama terdiri dari: ruang pameran tetap, ruang pameran khusus, auditorium, kantor admisnistrasi, perpustakaan dan ruang rapat. Sedangkan ruang penunjang, seperi bangunan penjaga, tiket boks, kafetaria, lapangan parkir dan lain-lain.
Untuk mencapai ke Museum Sri Baduga tidak sulit, sebab lokasinya tidak jauh dari Lapangan Tegallega dan Terminal Tegallega. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Selain itu, bisa juga menggunakan kendaraan umum atau angkutan kota (angkot). Banyak angkot yang melintas tepat di depan Museum Sri Baduga dan berakhir di Terminal Tegallega. Oleh karena itu, jika Anda mengajak putra putri Anda berlibur ke Museum Sri Baduga sangatlah tepat. Karena, manfaatnya bukan hanya mengisi liburan, putra putri Anda pun akan mendapat sejuta pengalaman dan ilmu pengetahuan tentang kehidupan masyarakat Jabar sepanjang masa. (kiki kurnia/"GM")**
(Sumber : www.klik-galamedia.com)