Video Temu Bisnis dan Investasi Kabupaten Bandung Barat (KBB)
03 December, 2009
02 December, 2009
Pentingnya Perlindungan Hak Cipta di Bidang Indrustri Kreatif
13 October, 2009
Istilah-Istilah dalam Paten (1)
Di Indonesia, prosedur permohonan Paten di atur dalam UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Dalam paten ada beberapa istilah yang perlu untuk kita fahami bersama, diantaranya adalah :
Pengertian Paten
Paten adalah hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 1.
Invensi
Adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
1.
Inventor atau pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
1.
Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
a. Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
b. Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam hufuf a.
- Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
- Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas.
- Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 diatas.
Pengajuan Permohonan Paten
1.
Atas dasar apa Paten dapat diberikan ?
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang Paten.
1.
Sistem First to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
1.
Kapan sebaiknya permohonan Paten di berikan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat sistem Paten Indonesia menganut sistem First to File. Akan tetapi pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan atau mengungkapkan penemuan tersebut.
1.
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan permohonan Paten ?
a. Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.
b. Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
c. Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya. Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.
Sumber :
1.
Tanya Jawab UU No. 14/2001 tentang Paten, 2004. Dahara Prize, Semarang.
2.
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ditjen HKI, 2006.
3.
Prosedur Pengajuan Paten di Indonesia www.ambadar.com
11 October, 2009
Waralaba
Secara harfiah, waralaba berarti “hak untuk menjalankan usaha/bisnis di daerah yang telah di tentukan”. Dalam bahasa Prancis waralaba bermakna kejujuran atau kebebasan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu produk di suatu daerah tertentu (seperti mesin jahit) dimana produsen memberikan pelatihan kepada perwakilan penjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah di tentukan.Macam waralaba yang umum saat ini adalah “bisnis format waralaba”. Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran produk atau jasa tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa juga ditambahkan dalam sistem tersebut.
Saat ini, sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju adalah waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan di negara berkembang seperti Indonesia, waralaba ritail seperti Alfamart, Indomart, Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Di Indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No 16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti :
1.
Waralaba adalah perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
2.
Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
3.
Penerima waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pengertian waralaba menurut Asosiasi Franchise Indonesia :
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”. (wikipedia indonesia)
Adapun yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti waralaba tersebut di atas adalah meliputi antara lain : Merek, Nama Dagang, Logo, Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya : sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya.
Istilah-istilah dalam Waralaba
Penanda/Tanda Waralaba : Esensi bisnis format waralaba adalah merek dagang dari produk atau jasa tersebut walaupun proses produk atau jasa tersebut juga mungkin telah memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya, penanda waralaba di suatu format bisnis ini adalah merek dagang produk tersebut. Penanda waralaba juga bernilai sebagai simbol dari semua ciri bisnis tersebut.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Adalah perjanjian yang mengikat pemberi dan penerima waralaba. Perjanjian ini adalah perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan sejumlah perjanjian tambahan lain, misalnya perjanjian retail suatu produk, perjanjian untuk memasok komponen, perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian harus diadakan secara tertulis, dan di Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Pemegang utama lisensi waralaba (Master Franchisee)
Pemegang utama lisensi waralaba berhak untuk mengoperasikan waralaba tersebut di suatu wilayah yang luas cakupannya (misalnya di Indonesia). Umumnya, dimungkinkan membuka dan mengoperasikan gerai-gerai waralaba di daerah tersebut sebelum mulai menunjuk penerima waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-franchisees). Di Asia, pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali datang dari kalangan bisnis domestik yang memiliki koneksi politik yang baik dengan penguasa dan berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal yang kuat.
Jenis Waralaba :
Waralaba dibagi menjadi dua :
Waralaba Luar Negeri : Cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima di seluruh dunia, dan cenderung lebih bergengsi.
Waralaba dalam negeri : pilihan investasi bagi orang-orang yang ingin cepat jadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Kunci keberhasilan bisnis waralaba adalah kekuatan merek, sebelum mewaralabakan usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu merek dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia, maka dengan demikian jika kita telah memiliki merek yang terdaftar peluang untuk mewaralabakan usaha kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya. Selain itu penerima waralaba akan mempercayai sistem waralaba yang ditawarkan, karena pemilik waralaba memiliki merek dagang yang terdaftar.
Sumber :
1.
Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006.
2.
www.id.wikipedia.org_waralaba
3.
www.ambadar.com pendaftaran merek dagang /trademark
(BB Online)
04 October, 2009
Perlindungan Pengetahuan Tradisional
Selama ini, payung hukum untuk produk budaya tradisional di tingkat internasional belum ada, sehingga bila timbul sengketa yang terjadi antaranegara, maka dari segi hukum sulit untuk melakukan penuntutan. Akibatnya, Penyelesaian kasus-kasus seperti Tari Pendet dan lagu Rasa Sayange lebih banyak dengan cara penyelesaian secara diplomatis (dgip.go.id).Oleh karena ini, baru-baru ini The World Intellectual Property Organization WIPO, organisasi hak kekayaan intelektual (HKI) sedunia yang bermarkas di Jenewa, Swiss, sudah memberikan mandat kepada anggota untuk mendiskusikan genetic resources traditional knowledge and folklor GRTKF di forum internasional.
GRTKF, yang di dalamnya termasuk produk budaya tradisional, ini dirancang antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap produk budaya tradisonal masing-masing negara “Sudah 14 kali negara anggota WIPO membahas GRTKF supaya bisa menjadi produk hukum yang bersifat mengikat, namun selalu kandas,” kata Ansori Sinungan, salah seorang anggota delegasi Indonesia dalam pembahasan GRTKF di Jenewa belum lama ini.
Meskipun selalu deadlock, katanya, Ansori, yang juga direktur kerja sama Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Pemerintah Indonesia bersama negara berkembang lainnya akan berjuang untuk meloloskan GRTKF di forum WIPO. Dia menjelaskan bahwa pada 22 September tahun ini, WIPO akan menggelar sidang umum Salah satu poin penting yang akan dibahas adalah GRTKF “Indonesia bersama dengan negara berkembang lainnya sudah menjalin kontak untuk memperjuangkan GRTKF,” ujarnya.
Bila konvensi nanti bisa menghasilkan suatu traktat, maka GRTKF, termasuk produk budaya tradisional, akan dilindungi secara internasional, sehingga negara maju tidak bisa lagi seenaknya melakukan eksploitasi terhadap budaya tradisional kita. “Kita berhak untuk menuntut nanti Ke depan bila ada kasus-kasus seperti Rasa Sayange dan Tari Pendet bisa diperkarakan secara hukum” katanya (Bisnis Indonesia, 09/09/2009).
Karya-karya seni masyarakat tradisional merupakan barang yang sangat berharga di seluruh dunia. Misalnya, di Australia, pasar seni dan kerajinan asli bernilai kira-kira $ 200 juta setiap tahun. Mengingat keanekaragaman dan jumlah penduduk Indonesia, nilai perdagangan pasar kerajinan Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, barangkali melebihi nilai pasar di Australia. (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).
Perlu kita ketahui bersama, bahwa penggunaan tanpa izin karya pengetahuan tradisional yang di ekploitasi akan menyinggung perasaan masyarakat yang menciptakan karya pengetahuan tradisional tersebut, sebagai contoh adalah komersialisasi tarian pendet dalam iklan pariwisata Malaysia beberapa waktu yang lalu, tarian pendet dianggap termasuk tarian sakral milik masyarakat Bali sehingga kegiatan ekploitasi tanpa izin dapat menyinggung perasaan umat beragama di Bali karena tarian ini dianggap tarian sakral dan suci oleh masyarakat Bali.
Hak Cipta dan Pengetahuan Tradisional
Salah satu syarat dari hukum hak cipta adalah bahwa karya atau ciptaan yang akan di lindungi harus dalam bentuk yang berwujud. Oleh karena itu, proses inventarisasi dan pendokumentasian seni dan budaya perlu dilakukan agar bisa mendapatkan perlindungan Hak Cipta. Begitu pula dengan lagu, yang akan mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah manakala lagu tersebut telah di catat atau direkam ; tidak cukup untuk hanya memainkan lagu itu dengan gitar secara berulang-ulang. Disinilah titik lemah produk seni dan budaya kita, sehingga dengan adanya persyaratan ini berarti karya-karya tradisional tidak mendapatkan perlindungan hak cipta. Banyak karya seperti ini bersifat lisan atau dapat dilihat dan dipertunjukkan dan disampaikan ke generasi berikutnya secara turun-temurun (misalnya pertunjukkan wayang) (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006). Mari kita melestarikan seni dan budaya Indonesia, langkah awal adalah dengan menginventarisasi dan mendokumentasi seni dan budaya untuk lebih lanjut mendaftarkan Hak Cipta seni dan budaya tersebut, sesudah itu ajarkanlah kesenian dan kebudayaan kita di sekolah-sekolah.
Penulis Pengamat Hak Cipta Seni dan Budaya dan Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com
(BB Online)
Indikasi Geografis
Masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, misalkan Kopi Toraja, Bika Ambon dll. Lalu apakah indikasi geografis itu ? Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut. Agar dapat dilindungi oleh undang-undang, indikasi geografis harus didaftarkan terlebih dahulu di kator Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).Sedangkan pengertian Indikasi Geografis menurut UU No 15 tahun 2001 tentang Merek pasal 56 :
1.
: ” Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan“.
2.
Indikasi Geografis mendapatkan perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas :
1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam.
2) Produsen barang hasil pertanian
3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil indrustri ; atau
4) Pedagang yang menjual barang tersebut
b. Lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu ; atau
c. Kelompok konsumen barang tersebut.
Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia
Indikasi Geografis (IG) di Indonesia memuat perlindungan masyarakat dan tertuang dalam undang-undang hak eksklusif perlindungan IG terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan IG diatur dalam UU No.15 tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4 September 2007 keluarlah PP No.51 2007, tentang perlindungan indikasi geografis (Dr. Surip Mawardi).
Beberapa contoh Indikasi Geografis dari Indonesia :
1.
Bika Ambon
2.
Kopi Jawa
3.
Kopi Toraja
4.
Kopi Arabika Kintamani
5.
Wajit Cililin, dll
Masih banyak lagi kekayaan Indikasi Geografis yang harus di daftarkan, karena tersebar luas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah untuk menginventarisasi dan membantu dalam mendaftarkan kekayaan Indikasi Geografis yang dimilikinya penting untuk dilakukan.
Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasil-hasil pertanian, barang-barang kerajinan tangan dan hasil indrustrinya, sangat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang perlu segera di daftarkan ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia. Seperti salah satunya adalah Kopi Arabika Kintamani Bali, Kopi Arabika Kintamani Bali adalah Indikasi Geografis yang pertama yang didaftarkan di Indonesia oleh pemohon dari Masyarakat Perlindungan Indikasi-Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) pada tanggal 18 September 2007 dan pada seminar Nasional tentang Perlindungan Indikasi Geografis yang dilaksanakan di Hotel Mercure Resort Sanur Bali, telah dilakukan penyerahan sertifikat Indikasi Geografis oleh Asisten I Gubernur Bali, Patra S.H kepada perwakilan Masyarakat Perlindungan Indikasi-Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) (Media HKI, Vol. VI/No. 1/Februari 2009). Selain itu, menurut staf khusus Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian Riyaldi, Ada kemungkinan sertifikasi indikasi geografis akan diikuti yang lainnya. “Apa yang telah diterima oleh komunitas kopi Arabika Kintamani Bali akan diikuti oleh beberapa produk dari Jepara, Jawa Tengah dan sudah ada 5 produk dari Jepara yang telah siap mendapat sertifikasi indikasi geografis,” kata Riyaldi.
“Kelimanya diajukan oleh komunitas Anak Muda Peduli Jepara (Ampera), dan kelima produk tersebut adalah susu kambing Kali Jesing, ukiran Jepara, kerupuk Tenggiri, kacang Open, serta blenyek ngemplak Jepara (sejenis ikan laut yang dikeringkan),” tambah Riyaldi (hukumham.info, Kamis, 04 Desember 2008).
Lalu bagaimanakah tahapan pendaftaran Indikasi Geografis (IG) ?
Adapun prosedur pendaftaran Indikasi Geografis (IG) adalah :
Pemohon mengajukan permohonan ke Direktorat Merek Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang kemudian akan dilakukan pemeriksaan formalitas (14 hari) - dilakukan pemeriksaan substantif (2 tahun)-Disetujui didaftar (10 hari) - Pengumuman (3 bulan)- jika tidak ada oposisi- Indikasi-Geografis terdaftar- Daftar umum Indikasi Geografis (Media HKI, Vol. VI/No. 1/Februari 2009).
Mengapa Indikasi Geografis itu penting ?
Adapun perlindungan Indikasi Geografis bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. (Dr. Surip Mawardi). Karena Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang penting dalam kegiatan perdagangan, khususnya memberikan perlindungan terhadap komoditas perdagangan yang terkait erat dengan nama daerah atau tempat asal produk barang. Maka bisa di bayangkan betapa besar nilai ekonomi kekayaan Indikasi Geografis ini, misalkan dari satu contoh produk indikasi geografis Kopi Arabika Kintamani, tentu sangat besar sekali potensi ekonominya bagi komunitas masyarakat Kintamani Bali. Secara tidak langsung, pendaftaran Indikasi Geografis akan memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan sebagaimana pendapat Dr. Surip Mawardi, Ketua Tim Ahli Indikasi Geografis (TAIG) Indonesia. Menurut Dr. Surip Mawardi, dengan adanya produk IG, dengan sendirinya reputasi suatu kawasan IG akan ikut terangkat, di sisi lain IG juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati, dan ini akan berdampak pada pengembangan agrowisata, dengan IG juga akan merangsang timbulnya kegiatan-kegiatan lain yang terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Semua kegiatan ekonomi akibat adanya IG tersebut, secara otomatis ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan IG itu sendiri. Oleh karena itu, penulis mengajak kepada seluruh pemerintahan daerah, komunitas-komunitas yang ada di daerah di Indonesia agar mendaftarkan Kekayaan Indikasi Geografis (IG) daerahnya seperti halnya yang telah dilakukan Bali dengan Kopi Arabika Kintamaninya. Kegiatan mengindikasi geografis produk unggulan di setiap wilayah di Indonesia sangat penting untuk dilakukan karena menurut Andy N. Sommeng Direktur Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) “Produk-produk unggulan di Indonesia sangat banyak, jadi sayang kalau tak mendapat pengaturan geografis karena memungkinkan pihak luar negeri memainkan potensi dari Indonesia semaunya”.
Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ambadar.com
(BB Online)
02 October, 2009
Akhirnya Batik Tulis Indonesia diakui UNESCO
Jalan Panjang diakuinya Batik Tulis Indonesia oleh UNESCO Januari 2000 Malaysia mulai mengklaim kain Batik sebagai produk budaya aslinya 4 September 2008 Melalui kantor UNESCO di Jakarta, Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan komunitas batik Indonesia secara resmi menyerahkan data batik untuk di teliti Februari 2009 Badan di bawah UNESCO, terdiri dari 6 negara anggota Komite Antar Pemerintah (Turki, Estonia, Kenya, Republik Korea, Meksiko dan Uni Emirat Arab) sedang meneliti dan mengkaji Batik. Dibutuhkan data dan verifikasi lengkap terhadap 19 jenis batik yang diambil dari 33 provinsi di Indonesia.
28 September 2009 UNESCO secara resmi mengukuhkan batik sebagai daftar warisan budaya bukan benda (intangible cultural heritage). Bahkan batik mendapatkan nilai tertinggi kategori peninggalan budaya dari 111 usulan negara-negara di dunia. 2 Oktober 2009 Penghargaan resmi UNESCO atas Batik akan dilangsungkan pada penutupan sidang Komite Antar Pemerintah UNESCO di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. (Sumber : Media Indonesia, 30 September 2009)
Sejarah Batik Indonesia punya sejarah panjang dengan batik sebagai karya dan budaya. Embrionya adalah tulisan dan lukisan diatas daun lontar yang sudah ada sejak abad XVII. Sejarah panjang itulah yang membuat karya batik bisa ditemukan tidak hanya di pulau Jawa, tapi juga Sumatra, Kalimantan, Maluku, bahkan Papua. Di Jawa, batik dikenal sejak Majapahit dan berkembang pada masa Kerajaan Mataram. Dari pekerjaan yang dilakukan di dalam keraton, batik di kembangkan ke rumah rakyat biasa.
Jika semula hanya dikenakan keluarga bangsawan, batik kemudian bisa menjadi pakaian rakyat. Saat itu, batik yang di hasilkan semuanya batik tulis. Batik cap baru dikenal sekitar 1920. Jenis batik tradisional ada ratusan, motif pun ribuan. Saking merasuknya kebiasaan membatik, pada abad ke-8 nenek moyang orang Jawa menuangkan sejumlah motifnya ke patung dan badan candi (Media Indonesia, 30 September 2009).
Diakuinya batik tulis sebagai salah satu warisan budaya non benda dunia merupakan sebuah anugrah bagi seluruh masyarakat Indonesia yang harus bersama-sama kita syukuri. Pengukuhan warisan budaya dunia ini diatur dalam konvensi Internasional The General Conference of UNESCO pada tahun 1972 di Paris. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengenakan pakaian batik pada hari Jumat 2 Oktober 2009 sebagai wujud rasa syukur kita akan kekayaan maha karya batik Indonesia.Selain itu, pemerintah daerah yang memiliki sentra-sentra produksi batik perlu memperhatikan tingkat kesejahteraan para perajin batik. Sebagaimana diketahui menurut penelitian Mistaram, dosen seni dan desain Fakultas sastra Universitas Negeri Malang (UM) 70 % dari 206 Perajin Batik di Jawa Timur hidup dalam kemiskinan.
Diakuinya Batik Tulis Indonesia oleh UNESCO setidaknya memberikan angin segar bagi para perajin batik, semoga saja perhatian pemerintah agar kesejahteraan para perajin batik dapat di perhatikan, mungkin kita bisa belajar dari Malaysia sebagaimana diberitakan Media Indonesia 30 September 2009, Pemerintah Malaysia memberikan perhatian akan kesejahteraan para pembatik tua Indonesia di Kuala Trengganu, dimana mereka diberikan insentif yang baik, kesejahteraan hidup, serta kemudahan pendidikan bagi cucu-cucu mereka.
Perajin Batik adalah duta dan pahlawan Bangsa yang selama ini turut berjasa bagi kelestarian Batik Indonesia, oleh karena itu semoga saja dengan diakuinya Batik tulis oleh UNESCO nasib mereka akan lebih baik dan berubah. Menjaga Kelestariaan Batik Untuk menjaga kelestarian Batik di Indonesia, pelajaran membatik harus bisa menjadi salah satu ekstrakulikuler di sekolah-sekolah, siswa-siswa harus di perkenalkan akan kekayaan motif batik yang beranekaragam sehingga kelestarian batik dapat terjaga dari generasi ke generasi.
Selain itu, daerah-daerah penghasil batik di Indonesia perlu membangun tempat penjualan batik yang representatif bagi para perajin batik. Menciptakan pasar batik yang bersih, sehat, dan representatif sangat bagus untuk segera dilakukan. Apalagi jika ada perpaduan wisata batik terpadu akan banyak menarik wisatan untuk berbelanja. Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com
19 September, 2009
2 Oktober 2009 UNESCO akan Resmikan Batik sebagai Warisan Budaya Dunia
15 September, 2009
Selama ini, payung hukum untuk produk budaya tradisional di tingkat internasional belum ada, sehingga bila timbul sengketa yang terjadi antaranegara, maka dari segi hukum sulit untuk melakukan penuntutan. Akibatnya, Penyelesaian kasus-kasus seperti Tari Pendet dan lagu Rasa Sayange lebih banyak dengan cara penyelesaian secara diplomatis (dgip.go.id).Oleh karena ini, baru-baru ini The World Intellectual Property Organization WIPO, organisasi hak kekayaan intelektual (HKI) sedunia yang bermarkas di Jenewa, Swiss, sudah memberikan mandat kepada anggota untuk mendiskusikan genetic resources traditional knowledge and folklor GRTKF di forum internasional.
GRTKF, yang di dalamnya termasuk produk budaya tradisional, ini dirancang antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap produk budaya tradisonal masing-masing negara “Sudah 14 kali negara anggota WIPO membahas GRTKF supaya bisa menjadi produk hukum yang bersifat mengikat, namun selalu kandas,” kata Ansori Sinungan, salah seorang anggota delegasi Indonesia dalam pembahasan GRTKF di Jenewa belum lama ini.
Meskipun selalu deadlock, katanya, Ansori, yang juga direktur kerja sama Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Pemerintah Indonesia bersama negara berkembang lainnya akan berjuang untuk meloloskan GRTKF di forum WIPO. Dia menjelaskan bahwa pada 22 September tahun ini, WIPO akan menggelar sidang umum Salah satu poin penting yang akan dibahas adalah GRTKF “Indonesia bersama dengan negara berkembang lainnya sudah menjalin kontak untuk memperjuangkan GRTKF,” ujarnya.
Bila konvensi nanti bisa menghasilkan suatu traktat, maka GRTKF, termasuk produk budaya tradisional, akan dilindungi secara internasional, sehingga negara maju tidak bisa lagi seenaknya melakukan eksploitasi terhadap budaya tradisional kita. “Kita berhak untuk menuntut nanti Ke depan bila ada kasus-kasus seperti Rasa Sayange dan Tari Pendet bisa diperkarakan secara hukum” katanya (Bisnis Indonesia, 09/09/2009).
Karya-karya seni masyarakat tradisional merupakan barang yang sangat berharga di seluruh dunia. Misalnya, di Australia, pasar seni dan kerajinan asli bernilai kira-kira $ 200 juta setiap tahun. Mengingat keanekaragaman dan jumlah penduduk Indonesia, nilai perdagangan pasar kerajinan Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, barangkali melebihi nilai pasar di Australia. (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).
Perlu kita ketahui bersama, bahwa penggunaan tanpa izin karya pengetahuan tradisional yang di ekploitasi akan menyinggung perasaan masyarakat yang menciptakan karya pengetahuan tradisional tersebut, sebagai contoh adalah komersialisasi tarian pendet dalam iklan pariwisata Malaysia beberapa waktu yang lalu, tarian pendet dianggap termasuk tarian sakral milik masyarakat Bali sehingga kegiatan ekploitasi tanpa izin dapat menyinggung perasaan umat beragama di Bali karena tarian ini dianggap tarian sakral dan suci oleh masyarakat Bali.
Hak Cipta dan Pengetahuan Tradisional
Salah satu syarat dari hukum hak cipta adalah bahwa karya atau ciptaan yang akan di lindungi harus dalam bentuk yang berwujud. Oleh karena itu, proses inventarisasi dan pendokumentasian seni dan budaya perlu dilakukan agar bisa mendapatkan perlindungan Hak Cipta. Begitu pula dengan lagu, yang akan mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah manakala lagu tersebut telah di catat atau direkam ; tidak cukup untuk hanya memainkan lagu itu dengan gitar secara berulang-ulang. Disinilah titik lemah produk seni dan budaya kita, sehingga dengan adanya persyaratan ini berarti karya-karya tradisional tidak mendapatkan perlindungan hak cipta. Banyak karya seperti ini bersifat lisan atau dapat dilihat dan dipertunjukkan dan disampaikan ke generasi berikutnya secara turun-temurun (misalnya pertunjukkan wayang) (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006). Mari kita melestarikan seni dan budaya Indonesia, langkah awal adalah dengan menginventarisasi dan mendokumentasi seni dan budaya untuk lebih lanjut mendaftarkan Hak Cipta seni dan budaya tersebut, sesudah itu ajarkanlah kesenian dan kebudayaan kita di sekolah-sekolah.
Penulis Pengamat Hak Cipta Seni dan Budaya dan Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com
19 June, 2009
Ibu Unduh 24 Lagu Ilegal, Didenda Rp 20 Miliar
Minneapolis - Sejak tahun 2003, sebanyak 35.000 orang dituntut oleh Recording Industry Association of America (RIAA) karena melakukan download ilegal. Ujung-ujungnya, kebanyakan mereka diminta untuk 'berdamai' dan membayar sejumlah denda akibat aksi pembajakan tersebut.
Namun ada yang berbeda dengan kasus yang dialami oleh Jammie Thomas-Rasset (32). Ibu empat anak ini menjadi orang pertama yang menolak melakukan penyelesaian di luar sidang.
Keputusan berani perempuan ini justru berdampak buruk. Pada Oktober 2007 ia sempat didakwa US$ 220.000 atas pelanggaran hak cipta. Meski keputusan itu kemudian disisihkan karena kesalahan teknis.
Seakan belum puas, RIAA pun mengajukan kembali kasus Thomas-Rasset ke pengadilan dan berbuntut pada vonis denda U$S 1,92 juta (sekitar Rp 20 miliar) setelah terbukti bersalah mengunduh 24 lagu. Nilai itu kira-kira setara US$ 80.000 (atau sekitar Rp 800 juta) per lagu.
Dikutip detikINET dari AFP, Jumat (19/6/2009), Thomas-Resset dinyatakan bersalah oleh pengadilan bukan hanya sekadar karena mengunduh lagu. Ia disebut telah melakukan file-sharing dengan melalui program Kazaa dan menyediakan lagu ilegal itu pada jutaan pengguna internet lainnya.
Dana itu harus dibayarkannya untuk diberikan pada 6 perusahaan rekaman: Capitol Records, Sony BMG Music, Arista Records, Interscope Records, Warner Bros Records dan UMG Recordings. (Sumber : www.detik.com)
17 June, 2009
Pelatihan Pemanfaatan Hasil Penelitian
Dalam rangka meningkatkan kualitas program pengelolaan kekayaan intelektual di perguruan tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya (LPPM UB) bekerjasama dengan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, menyelenggarakan Pelatihan dan Pemanfaatan Hasil Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat Kreativitas Mahasiswa yang Berpotensi Paten pada 12-14 Juni 2009. Kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel terkemuka di Malang itu dibuka oleh Prof Dr Nur Hamdani selaku ketua pelaksana. Hadir pula pada kesempatan itu Kepala Sub Direktorat Sistem Informasi dan Publikasi DP2M Ditjen Dikti Drs Yudi Agustono.Nur Hamdani dalam sambutannya menyatakan, maksud dari diselenggarakannya pelatihan yaitu untuk membangun pemahaman dan kemampuan serta menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi para dosen maupun mahasiswa di perguruan tinggi, agar dapat menghasilkan penelitian yang berorientasi paten dan jenis HKI lainnya. Peserta pelatihan sebanyak 53 orang yang berasal dari 11 perguruan tinggi di wilayah Jawa Timur seperti Universitas Jember, Politeknik Negeri Pertanian Jember, Universitas Moch Sroedji Jember, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Merdeka Malang, Universitas Islam Malang, Universitas Widyagama Malang, Universitas Negeri Malang, Universitas Tribuwana Tunggadewi Malang, dan Universitas Yudharta Pasuruan. Para pembicara diantaranya, Prof Dr Suprapto DEA, Prof Dr Filli Pratama dan Ir Razilu dari Tim HKI Dikti, serta Prof Dr Tien R Muchtadi dari Dewan Riset Nasional. Selain mendapatkan materi diantaranya tentang Sistem Paten, Perlindungan Desain Industri, Perlindungan Merek, serta Pemanfaatan Sistem HKI dalam Kegiatan Penelitian dan Pengembangan, para peserta juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan praktek membuat draft pengajuan paten.[nun] (Sumber : www.brawijaya.ac.id)