Video Temu Bisnis dan Investasi Kabupaten Bandung Barat (KBB)

02 September, 2008

Bank pertanian, solusi?

Oleh : oleh : M. Yunan Hilmi
Usulan Bank Indonesia agar pemerintah membentuk bank yang khusus mengurus sektor pertanian perlu dicermati. Gema yang sama juga pernah terdengar seperti bank pembangunan dan bank infrastruktur. Meski usulannya keluar dari pihak pemerintah melalui Meneg BUMN. Belum lagi keberadaan PT Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai banknya sektor perumahan. Apa ini hanya sebuah wacana belaka?
Rujukan BI untuk membentuk bank pertanian dengan harapan mampu mendorong pertumbuhan kredit ke sektor ini. Jika harapannya seperti itu, berarti perlu dilihat apakah selama ini sektor pertanian tidak banyak dilirik oleh bank. Kalau kenyataannya begitu, apa yang menjadi penyebabnya.
Selanjutnya, apakah dengan dibentuk bank pertanian masalah seretnya kredit bisa diatasi. Tidak adakah cara lain, seperti mewajibkan bank menyisihkan dana ke sektor ini seperti yang dilakukan ketika mengharuskan penyaluran ke UKM. Bukankah dengan adanya bank pertanian, membebaskan bank nonpertanian membiayai sektor ini. Selain itu, mana yang lebih optimal membentuk bank pertanian yang benar-benar baru atau memanfaatkan dana bank yang sudah ada.
Bagaimana dengan sejumlah program bank yang pernah diluncurkan seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Tebu Rakyat, Kredit Tembakau Intensifikasi Rakyat dan sebagainya.
Perkembangan kredit bank umum ke sektor ini sebenarnya tidak terlalu jelek jika dibandingkan dengan sektor lain. Data BI menunjukkan posisi Juni 2008 pada Rp61,46 triliun, naik 30,72% dari angka Juni 2007 Rp47,03 triliun. Pertumbuhan ini lebih besar jika dilihat jenis kredit industri yang hanya 25,69%.
Hanya saja memang porsi kredit pertanian dari keseluruhan portofolio sebesar Rp1.148,36 triliun, masih kecil hanya 5,35%. Sementara kredit ke sektor industri mencapai 20,38% senilai Rp234,03 triliun. Sektor perdagangan, restoran dan hotel menduduki porsi paling besar Rp241,48 triliun atau 21,02%.
Jadi, usulan BI agar pemerintah mendirikan bank pertanian masuk akal jika dilihat angka tadi. Porsi yang hanya 5,35% tentu sangat kecil jika dilihat lahan pertanian yang ada. Proposal BI itu mendapat dukungan dari Meneg BUMN Sofyan Jalil dan Mentan Anton Apriyantono.
Namun, perlu juga dicari apa penyebab bank enggan menyalurkan kredit ke sektor ini. Tentu dengan mengetahui akar permasalahan bisa dicari solusi yang cocok untuk meningkatkan portofolio kredit ke sektor pertanian. Pasalnya, kredit ini beda dengan kredit perumahan atau infrastruktur.
Pertanyaannya, apa yang membedakan antara bank pertanian dengan bank lain. Kalau hanya khusus membiayai sektor pertanian dengan ketentuan bank teknis sama dengan bank umum, ide bank pertanian hanya proyek mercusuar saja.
Bagaimana dengan kelayakan kredit pertanian? Bisa jadi selama ini bank enggan menyentuh sektor ini lantaran tingginya risiko akibat tidak adanya jaminan yang dapat dipegang oleh bank. Sertifikat tanah atau jenis legal guarantee lainnya sangat lemah. Belum lagi gagal panen yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Alih-alih ekspansi kredit, malah menambah beban bank berupa kredit bermasalah. "Jika masalah proses kredit bisa lebih cepat mungkin akan bagus ide pendirian bank pertanian ini," kata Direktur Biro Riset Infobank Eko B. Supriyanto.
Jika demikian, agaknya akar masalah seretnya kredit ke pertanian harus diselesaikan lebih dulu. Pada dasarnya, perbankan itu akan mengikuti geliat bisnis dan ekonomi yang menguntungkan, berisiko rendah, dan berkelanjutan. Pembiayaan bank ke sektor pertanian masih prospektif karena outputnya diserap oleh masyarakat domestik dan internasional.
Ekonom Senior BNI Ryan Kiryanto menilai rendahnya pembiayaan ke sektor pertanian boleh jadi sektor ini masih dihadapkan pada pelbagai problem struktural dari soal kebijakan yang kurang integratif, kepastian hukum, sulitnya memperluas lahan, keterbasatan anggaran, dan sebagainya. Hal ini, lanjutnya, yang membuat pelaku sektor tersebut sulit tumbuh dan berkembang.
"Problem itu harus diselesaikan dulu. Jadi harus dicarikan solusi atas akar masalahnya, bukan lantas tiba-tiba berwacana mendirikan bank pertanian, yang justru bertentangan dengan spirit mengurangi jumlah bank. Tentu ada sebab-sebabnya kenapa bank masih belum optimal kucurkan kredit ke sektor pertanian."
Ryan menjelaskan setidaknya ada tiga aspek yang perlu dipikirkan untuk membenahi pembiayaan bank ke sektor ini. Pertama, mewajiban bank-bank nasional kucurkan kredit minimal 20% ke sektor pertanian, kedua, BI melonggarkan aturan ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko) untuk kredit sektor pertanian, dan ketiga, pengembangan inti plasma secara nasional sebagai sebuah gerakan di sektor pertanian.
Dengan sejumlah pertimbangan itu, agaknya pembentukan bank pertanian masih perlu banyak pengkajian mendalam. Termasuk masalah modal, siapa yang akan menanggung dan bertanggungjawab. Juga bagaimana pengaturan treasury, likuiditas, dana pihak ketiga dan sebagainya. Apa tidak sebaiknya pemerintah menunjuk bank yang sudah ada untuk dikonversi menjadi bank pertanian, agar tenaga, dana, dan waktu tidak terbuang percuma. Yang penting, bagaimana usulan itu dapat diimplementasikan sehingga kesejahteraan para petani bisa makin membaik. Sumber : www.bisnis.com

0 comments:

detiknews

Viva News - BISNIS

Kirim SMS Gratis


Gabung Dengan Komunitas BB Online

Pimpinan Umum :
Drs. Ade Ratmadja
Email : (aderatmadja@bandungbaratonline.com)
Pimpinan Redaksi :
Agus Candra Suratmaja, S.P
Email : (aguscandra@bandungbaratonline.com)

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP