Video Temu Bisnis dan Investasi Kabupaten Bandung Barat (KBB)

27 December, 2008

Dunia Usaha di Tengah Krisis : Mendorong Ekonomi Kreatif


Wawancara khusus dengan Mari Elka Pangestu, Menteri Perdagangan. Edy Haryadi, Heri Susanto, Bayu Galih, Elly Setyo Rini

VIVAnews - KRISIS ekonomi global tak melulu menciptakan ancaman. Tetapi juga peluang. Guna mendapatkan gambaran tentang peluang apa yang ada, berikut wawancara tim VIVAnews dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di ruang kerjanya, Senin, 15 Desember 2008. Berikut petikannyaApa imbas krisis global terhadap produk-produk Indonesia?
Yang akan kena imbas karena krisis global terutama pasar utama kita, seperti Amerika, Eropa dan Jepang. Ini amat mempengaruhi ekspor kita. Kita sudah melihat dampaknya di bulan Oktober. Ekspor turun 11,6 persen.

Mungkin ada dua hal yang terjadi dengan krisis global ini, harga komoditas turun cukup drastis dan tentunya permintaan juga akan mengalami penurunan. Jadi mungkin kita akan balik ke harga komoditas sekitar tahun 2006 –2007.

Dengan sendirinya komoditas akan terpengaruh, tetapi untuk perkebunan dan lain sebagainya, mereka tetap akan mengalami pertumbuhan.

Misalnya minyak goreng, orang di Cina dan India tetap akan perlu minyak goreng. Mungkin keperluannya menurun, tetapi (ekspor) tidak akan langsung nol atau mengalami kontraksi besar.

Sektor apa yang terkontraksi?
Untuk produk tambang mungkin akan mengalami kontraksi. Misalnya tembaga, nikel, itu kaitannya dengan industri konstruksi, otomotif, transportasi, semuanya terkena imbas (krisis). Yang mungkin juga akan terkena imbas besar adalah industri manufaktur berorientasi ekspor. Penurunan permintaan yang cukup besar juga akan terjadi pada pakaian jadi, elektronik.

Tapi di sisi lain, sebetulnya ada kesempatan juga yang bisa kita ambil. Karena China makin tidak kompetitif. Mata uangnya menguat, sementara (mata uang) kita melemah. Sehingga biaya tenaga kerja di sana juga mengalami peningkatan, dan memang sebelum krisis pun ada pengalihan diversifikasi sumber untuk produk seperti itu ke Indonesia.

Ini mungkin akan membantu sedikit. Tapi, tetap, secara keseluruhan akan ada penurunan permintaan. Intinya adalah bagaimana menjaga iklim investasi di dalam negeri, mengurangi ekonomi biaya tinggi, dan memfasilitasi industri sebisa mungkin.

Seberapa parah imbasnya?
Mungkin belum 100 persen terasa, walau ada yang mengatakan order berkurang. Beberapa perusahaan tambang sudah mengurangi produksi, sehingga mengurangi juga beberapa tenaga kerjanya. Karena pengaruh harga komoditas sudah dirasakan. Tapi untuk industri lain saya rasa kita berharap juga, karena ada penurunan terhadap ekspor, bagaimana meningkatkan permintaan dari dalam negeri.

Kuncinya di situ?
Kuncinya di situ. Jadi dengan cara mengamankan pasar dalam negeri. Misalnya, Peraturan Menteri Perdagangan (No 44/2008) yang mengatur lima consumer product (seperti tekstil dan produk tekstil, alas kaki, mainan, elektronik, dan makanan-minuman). Itu untuk mengamankan pasar dalam negeri dari impor tidak resmi. Sehingga produksi dalam negeri bisa lebih banyak memenuhi permintaan dari dalam negeri.

Bagaimana dengan kelapa sawit?
Langkah yang kita lakukan untuk kelapa sawit yaitu meningkatkan syarat mandatoris untuk bahan bakar nabati. Jadi satu persen harus dicampur menjadi BBM pada tahun 2009. Katanya Pertamina menyanggupi untuk 5 persen. Gabungan antara BBM dengan bahan bakar nabati sebesar 5 persen akan menciptakan permintaan 2,5 juta ton crude palm oil (CPO), dari keseluruhan produksi sekitar 18 juta ton.

Itu diharapkan bisa membantu menyerap permintaan yang turun di dalam negeri.

Selain itu, pemerintah akan terus mendorong pembangunan infrastruktur. Ini akan menciptakan permintaan untuk bahan-bahan konstruksi. Barang-barang yang berkaitan dengan konstruksi, akan kita arahkan bisa disuplai dari dalam negeri.

Kenapa hanya lima produk itu yang diamankan?
Lima produk itu adalah produk akhir konsumsi. Produk-produk itu diperkirakan rawan terhadap penyelundupan dan persaingan tidak sehat terhadap perindustrian dalam negeri, karena adanya impor tidak resmi.

Bagaimana selain lima produk tersebut?
Sementara kita fokus ke lima produk itu, karena memiliki pasar di dalam negeri yang besar. Kalau industri makanan-minuman sebenarnya 75 persen produksi untuk dikonsumsi di dalam negeri. Hanya 25 persen yang ekspor.

Sedangkan tekstil dan produk tekstil (TPT) mungkin kebalikannya. Sekitar 60 persen ekspor, 40 persen untuk pasar dalam negeri. Dalam keadaan ekspor melemah, kami harus menjamin kalau mereka bisa menjual produknya di dalam negeri.

Kami juga akan mendorong penggunaan produk dalam negeri. Tidak cukup aku cinta, aku bangga produk dalam negeri, tapi bagaimana kita menggunakan produk dalam negeri.

Apakah cukup dengan imbauan?
Ini yang harus didorong. Di Keppres 80 (tahun 2003) kan sebetulnya jelas. Untuk pengadaan pemerintah dan BUMN harus menggunakan produk dalam negeri. Itu ada peraturannya.

Di luar itu kami akan kampanye, yang semoga juga didukung media, untuk menggunakan produk dalam negeri. Terutama produk-produk industri kreatif yang diciptakan insan Indonesia. Sudah banyak potensi yang bisa kita garap. Misalnya, perfilman Indonesia. Tiga atau empat tahun yang lalu, kira-kira 40 persen film yang diputar adalah film Indonesia. Sekarang sudah terbalik, 60 persen film Indonesia, 40 persen film impor.

Jadi itu menunjukkan market-nya ada. Potensi ada, dan itu besar. Ini mempekerjakan banyak orang. Banyak usaha kecil menengah (UKM) yang terlibat. Selain itu ada industri musik, kerajinan, fashion. Ini menunjukkan industri dalam negeri yang sangat baik, berkualitas, bermutu, dan bisa didorong penggunaannya di dalam negeri.

Pemerintah secara integrated akan mempunyai program untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri, juga produk industri kreatif.

Pada saat Hari Ibu, 22 Desember, Presiden akan melancurkan Indonesia Kreatif 2009. Nanti akan banyak sekali program meningkatkan rasa bangga, dan apresiasi masyarakat terhadap produksi dalam negeri.

Seberapa signifikan industri kreatif dibanding yang lain?
Ke perekonomian itu sekitar 6 persen dari Produk Domestik Bruto. Itu estimasi sebagai dasar menyusun cetak biru. Sekitar 5,4 persen dari tenaga kerja dan 9 – 10 persen terhadap ekspor. Jadi kontribusinya sudah cukup baik. Nah, bagaimana mempunyai program sinergis untuk mendorong supaya meningkat. Ini terobosan, karena multiplier effect-nya luas. Penyerapan tenaga kerja juga baik. Banyak sekali UKM terlibat, dan itu UKM yang kreatif.

Industri kreatif macam apa?
Berdasarkan data yang kami miliki, memang rata-rata untuk produk konkret, untuk jasa itu sulit. Dari data BPS yang paling besar itu kriya dan fashion. Lalu penerbitan dan percetakan.

Yang lain masih kelihatan kecil-kecil. Itu karena estimasi data masing-masing belum tersedia dengan baik. Tapi di cetak biru, kami akan memperbaiki data, sehingga diketahui masyarakat industri kreatif itu berada di mana saja. Kegiatan seperti apa. Sehingga program yang disusun akan lebih tepat mengenai mereka. Itu adalah program jangka pendek dan menengah kami.

Menurut Anda, industri apa yang mampu menjadi tumpuan perekonomian Indonesia?

Ke depan, sektor manufaktur mungkin yang banyak terkena dampak imbasnya. Langkah untuk menyelamatkan, terutama UKM, industri manufaktur dengan cara misalnya, program Kredit Usaha Rakyat.

Sedangkan untuk sektor tradisional, dalam arti orang tetap harus makan dan menjalankan aktifitas sehari-hari, itu akan aman. Seperti industri pertanian, perdagangan, retail tradisional, itu akan terus berjalan. Mereka tidak akan berhenti.

Jadi bagaimana caranya, kalau di pertanian, subsidi pupuk bisa berjalan baik, irigasi berjalan baik. Itu akan mengamankan banyak tenaga kerja karena sekitar 40 persen tenaga kerja kita terserap di sektor pertanian.

Kalau untuk sektor perdagangan, menurut BPS, ada 13 juta pedagang kecil menengah yang bergerak di sektor retail tradisional. Jadi program kami di Depdag, ada dua hal. Pertama, walau dana tidak besar, sekitar Rp 250 miliar, kami mengalokasikan untuk pembangunan pasar tradisional. Ini bisa menciptakan lapangan kerja sekitar 70 ribu orang. Sarana perdagangan yang lebih baik juga akan membantu pedagang kecil.

Kedua, bagaimana agar distribusi lancar. pengadaan sembako lancar, supaya perdagangan tradisional tetap berjalan.
(Sumber : VIVAnews)


0 comments:

detiknews

Viva News - BISNIS

Kirim SMS Gratis


Gabung Dengan Komunitas BB Online

Pimpinan Umum :
Drs. Ade Ratmadja
Email : (aderatmadja@bandungbaratonline.com)
Pimpinan Redaksi :
Agus Candra Suratmaja, S.P
Email : (aguscandra@bandungbaratonline.com)

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP